Sistim Jaring Pengaman Sosial di Bali

Menurut data Badan Pusat Statistik, perekonomian Indonesia pada tahun 2019 adalah Rp. 56.000.000,- per tahun atau sekitar Rp 4.250.000,-/bulan/orang. Bagaimana dengan Bali? Berdasarkan data dari BPS Persentase penduduk miskin di Bali pada Maret 2019 tercatat sebesar 3,79 persen. Jumlah penduduk miskin di Bali pada bulan Maret 2019 tercatat sebanyak 163,85 ribu orang.


"Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk dengan pengeluaran per kapita di bawah atau lebih rendah dari besaran yang disebut garis kemiskinan. Garis Kemiskinan Bali pada September 2019 tercatat Rp 412.906 per kapita per bulan. kata Kepala BPS Adi Nugroho di sela-sela konferensi pers di Kantor BPS, Bali, Rabu (15/1/2020). Adi Nugroho mengatakan, jika rata-rata satu rumah tangga di Indonesia memiliki 4 hingga 5 anggota keluarga, maka garis kemiskikanan rata-rata secara nasional menjadi sebesar Rp 1.990.170 per rumah tangga per bulan. Artinya, apabila ada satu rumah tangga yang memiliki pendapatan di bawah itu masuk ke dalam kategori miskin.

Dalam situasi seperti saat ini dimana wabah Covid-19 menyebabkan terhentinya hampir semua kegiatan pariwisata, tentu roda perekonomian Bali terpukul sangat keras dan mengakibatkan banyak penduduk yang kehilangan mata pencahariannya. Sektor pariwisata menyumbang kontribusi sebesar 50,02 persen bagi perekonomian Bali. Yang paling pertama terdampak tentulah mereka yang termasuk kategori penduduk miskin yang berpenghasilan di bawah Rp 2 juta / keluarga / bulan karena biasanya mereka dari golongan pekerja harian yang jarang sekali memiliki tabungan karena pendapatan mereka umumnya hanya cukup untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari saja. Selanjutnya adalah para pekerja informal / freelance yang berpenghasilan cukup lumayan ketika pariwisata masih berjalan seperti biasa namun dengan berhentinya pariwisata, maka otomatis mata pencaharian merekapun berhenti seketika. Selanjutnya adalah para pengusaha baik yang kecil, menengah dan besar sekalipun, seperti perajin, pemilik warung/restaurant, jasa tour dan travel, sopir dan lain-lain juga terkena dampak yang parah. Lalu dalam situasi pendapatan Rp 0,- seperti sekarang, bagaimanakah mereka bertahan?!

Di Indonesia, khususnya di Bali, ada beberapa jaring pengaman sosial, baik yang mandiri maupun terkait dengan kelembagaan baik yang formal maupun yang non-formal. Sistim kekerabatan Orang Indonesia termasuk Bali masih berjalan dengan baik. Hubungan dengan keluarga besar terjaga dengan baik sehingga dalam keadaan tertentu/kesulitan keuangan, keluarga bisa menjadi salah satu sumber yang akan memberi bantuan. Seseorang yang banyak memiliki teman dan memiliki reputasi tentu tidak sulit meminjam kepada temannya yang lebih mampu. Dari segi kelembagaan, hampir seluruh masyarakat Bali merupakan anggota banjar/desa adat. Lembaga desa adat ini berfungsi layaknya organisasi suka duka, suka dan duka ditanggung bersama.

Dalam keadaan sebuah daerah mengalami pandemi seperti Covid-19 dimana terjadi sebuah keadaan yang menyebabkan banyaknya masyarakat kehilangan penghasilan dan kesulitan untuk menyediakan makanan untuk keluarga mereka, maka beberapa alternatif solusi yang biasa dilakukan oleh masyarakat lokal adalah sebagai berikut:


(1) Untuk perorangan yang memiliki hubungan pertemanan yang baik, tentu mereka bisa saling tolong menolong dengan memberi pinjaman sementara misalnya.
(2) Keadaan keuangan masing-masing desa di Bali tidak sama, beberapa desa memiliki penghasilan yang cukup besar sehingga memiliki dana yang berlimpah, misalnya desa-desa yang memiliki objek wisata dan menjadi pusat kunjungan tamu atau banyak hotel dan restaurant yang berada di wilayahnya. Sementara sebagian desa lainnya tidak meiliki potensi yang dapat menghasilkan uang sehingga keuangan mereka sangat minim, meski demikian, untuk daerah Bali, pemerintah mengalokasikan dana bantuan untuk semua desa di bali, baik desa-desa yang kaya maupun desa-desa yang minim. Untuk tahun ini dana bantuan dari pemerintah Bali untuk seluruh desa yang ada di Bali sebesar Rp 300 milyar/tahun. Selain dari pemerintah Bali, setiap desa juga mendapat bantuan dana dari pemerintah pusat sebesar 1 - 1,3 milyar/desa/tahun.Beberapa desa adat telah memberikan bantuan untuk kebutuhan pangan dan dibagikan kepada warganya, namun khusus bantuan dari desa adat, biasanya ditujukan untuk mereka / warga yang menjadi anggota desa adat saja. Mereka yang bukan merupakan warga desa adat tidak menerima bantuan tersebut. Perlu diketahui, orang yang tinggal di Bali tidak semua merupakan anggota dari desa adat. Keanggotaan desa adat bersifat exclusive karena terkait dengan hak dan kewajiban, terutama dalam hal yang terkait dengan kegiatan keagamaan karena salah satu kewajiban anggota desa adat adalah ikut berperan aktif dalam ritual keagamaan yang dilaksanakan di desa termasuk mengeluarkan tenaga dan biaya bersama-sama untuk menjalankan sebuah ritual keagamaan. jadi untuk penduduk yang memiliki keyakinan berbeda, mereka tentu tidak akan diikutsertakan.

Namun dari beberapa jejaring pengaman sosial, sesungguhnya masih ada orang-orang yang berada diluar jangkauan jaring sosial yang ada, bahkan tak jarang orang-orang yang lahir dan besar di Bali, misalnya karena keadaan tertentu, mereka tidak lagi menjadi anggota salah satu desa adat. Misalnya seorang perempuan yang bercerai dari suaminya, maka status sosialnya akan mengambang. Keanggotaan desa adat ditentukan berdasarkan eksistensi sebuah keluarga. Setiap kepala keluarga (suami dan beragama Hindu) merupakan anggota desa adat dari desa dimana mereka tinggal. Jika seorang perempuan bercerai dari suaminya, maka otomatis keanggotaannya di sebuah desa adat akan gugur karena Bali menganut asas patrilineal. Seorang wanita yang sudah bercerai tidak memiliki kewajiban terhadap desa adat suaminya. Karena dia tidak memiliki kewajiban maka dia juga tidak memiliki hak yang sama dengan warga desa adat lainnya.

Jadi dalam situasi seperti ini (tidak bisa bekerja karena semua aktivitas ekonomi nyaris berhenti), seorang perempuan miskin yang telah bercerai dari suaminya akan mengalami masalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka sering luput dari daftar orang-orang yang akan menerima bantuan dari lembaga resmi dan lingkaran pertemanan mereka juga umumnya berstatus sosial kurang lebih sama / miskin juga sehingga mereka tidak dapat saling membantu. Semoga mereka yang berniat membantu dapat menemukan keberadaan mereka sehingga mereka dapat bantuan yang diperlukan.

Kelompok masyarakat lainnya yang mungkin luput dari radar jaring pengaman sosial, selain para janda dan mereka yang tidak masuk anggota banjar/desa adat adalah kaum pekerja kelas bawah. Dalam keadaan normal, penghasilan mereka sudah pas-pasan, jika dalam situasi seperti saat ini dimana banyak perusahaan memilih menutup usahanya, maka penghasilan mereka tiba-tiba menjadi nol rupiah. Bisa dibayangkan betapa kesulitan yang mereka hadapi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tidak seperti bidang lainnya, pemulihan pariwisata Bali kali ini nampaknya tidaklah bisa cepat sebagaimana Bali pernah mengalami beberapa kali "masa jeda" pariwisata seperti perang Irak, Bom WTC, Bom Bali, Erupsi Gunung Agung dan sebagainya. Tidak seperti kejadian-kejadian itu yang terjadi hanya di satu tempat / satu negara saja, kali ini kejadiannya serentak di seluruh dunia. Bahkan gubernur Bali, I Wayan Koster sendiri memprediksi bahwa pariwisata Bali akan mulai menggeliat lagi pada akhir tahun. Bisa dibayangkan keadaan mereka-mereka yang harus bertahan hingga akhir tahun?! Semoga mereka bisa menemukan jalan untuk bertahan dan pemerintah bisa membantu meringankan beban mereka dalam menghadapi pandemi global ini. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kidung Tradisional Sunda